Haloooo, sudah lama sekali kan saya ga nulis di blog ini. Kalau blog ibarat kamar udah berdebu dan punya banyak laba-laba. Hiii. Saya paling ga suka sama laba-laba.
Well, so many things happened. So many! Now that I am 21, I think being 20 was the highlight of my life. I feel so much blessed in many ways. Hahaha. I mean I’ve always grateful with I had, especially my family, and I felt it was enough but I didn’t expect so many great things happen within one year.
Pertama, saya punya pacar. Well sounds silly, but, saya bukan tipe gonta-ganti pacar semacam itulah, dan bukan tipe yang kesepian banget, dan ga harus harus kudu punya pacar, cenderung dingin malah. Wqwqwq. Well, tanya pacar saya gimana dinginnya saya dulu. Ha ha ha. It just feels weird that finally i have boyfriend (although i am in that age when it’s super normal to have one) and so far this is my longest relationship ever.
Di liburan tahun 2015 kemarin, saya magang di Jakarta. How to say, it was an eye-opening experience for me. Banyak banget tahu hal-hal real seputar arsitektur. Dan bersyukur dapat kesempatan magang di Jakarta, karena disana adalah pusatnya praktek keprofesian arsitektur di Indonesia. Well bukan exactly Jakarta sih, saya tinggal di bintaro selama 3 bulan di rumah teman saya, hahaha. Lucu sekali… how life had taken me. Kalau weekend pulang ke rumah tante (kadang-kadang). Ngunjungi tempat-tempat keren bikinan arsitek-arsitek terkenal juga di jakarta. Bisa dibilang apa yang aku yakini di dunia keprofesianku semakin mantap gara-gara magang.
Anehnya, sekalipun tinggal di Bintaro yang deketan sama Jakarta Selatan. Sampai sekarang belom kesampean juga ngeliat Rumah Sakit tempat saya lahir. Saya lahir di Jakarta, terus waktu masih bayi pindah di Surabaya, dan netap di Sby.
Yang paling kocak, saya cuma pulang tingga minggu, terus berangkat lagi ke Jepang. ha ha ha. “Kemana Em?” “Ke Jepang” J - E - P - A - N - G. Anak yang seumur-umur tinggal di Surabaya ini, perginya jauuuuh banget yak.
Sekarang udah pulang kok sayanya. Baru tiga minggu, tapi sudah kangen. hahaha. Iya kangen pokoknya belajar rajin aja disana, dapet duit banyak tiap bulannya. hahaha.
Kebetulan itu bukan pertama kalinya saya ke luar negeri. Sebelumnya pernah 2 kali ke luar negeri cuma ngikut mama, iyah iyah aja mau kemana. Pas di Jepang ha ha ha, ngerasain travelling berdua, mikirin rute subway. Makan apa, duit cukup ga. Nyasar ga. Hahaha. Pas disana nyadar banget pengalaman ke luar negeri ngantil mama ga ada apa-apanya dibanding adventure on your own. Mirip kayak waktu saya ke Bandung sendirian, atau ke rumah tante di jakarta pertama kali naik KRL sendirian padahal belum pernah, cuma rasanya di negara orang. Macem-macem rasanya.
Di post kali ini sebenernya mau nyeritain gimana sih kok bisa itu lho saya sampe ketrima exchange ke Jepang. Yang jelas saya bekerja keras untuk mendapatkannya. Bukan cuma asal-asalan daftar. Dan saya rasa, apa yang saya berhasil raih, bukan hasil kerja keras sehari dua hari, bukan juga setahun, tapi bertahun-tahun dari saya SMA. Dimulai dari beraktifitas dari fajar hingga petang pas SMA, ikut organisasi dan mati-matian belajar bahasa Inggris. Kenapa saya baru ngerasain sekarang, mungkin sekilas ikut organisai emang gitu-gitu aja, jujur saya pun dulu jenuh, tertekan, but it made me a tougher person, dan saya pun akhirnya bisa berkomitmen lebih pas kuliah.
Well, semuanya dimulai dengan pengumuman di website International Office di kampus saya bahwa ada program exchange student untuk undergraduate ke Kumamoto University, Jepang yang merupakan salah satu partner kampus saya. Awalnya saya ga begitu tertarik, tapi semuanya berubah pas saya tahu di formulirnya ada pernyataan seperti ini.
Kenapa ini penting, karena seringkali yang orang-orang ga sadari, ketika kita mendaftar untuk program-program yang menyangkut hubungan diplomasi antar kedua buah institusi ketika seseorang dinyatakan ketrima, sekalipun kamu ga dapet beasiswa, kamu tetep kudu berangkat.
Misalnya, pacar saya yang ketrima program pertukaran pelajar juga tapi di Korea. Di kasusnya dia, ketika dia dinyatakan diterima sebagai mahasiswa exchange, dia belum tahu apakah dia bakal dapet beasiswa dari pemerintah Korea apa ga. Kalau saat itu dia ga dapat, dia tetep harus berangkat dengan biaya sendiri, dan tentunya hidup disana dengan uang sendiri, karena diterimanya si dia sebagai mahasiswa exchange menyangkut hubungan baik antara kampus saya dan kampusnya dia yang di Korea itu. Sayang banget kan, kerja keras kampus di Indonesia, kalau sampe sedikit renggang, padahal ngebangun relasi supaya kampus di luar negeri sampai mau nerima mahasiswa dari kampus asal kita juga pasti butuh kerja keras.
Karena saya paham hal-hal seperti ini, akhirnya saya metutuskan “Wah, kudu daftar ini. Kudu dapet, kudu usaha maksimal, kalau ga dapat beasiswa toh jelas ga berangkat.” Dan saya tidak akan merugikan pihak manapun
Saya rasa, waktu itu kesempatan terakhir saya untuk bisa keluar negeri gratis, dengan status mahasiswa institusi tertentu, dan saya juga sudah semester 6. Okelah kapan lagi, pergi keluar negeri gratisan adalah salah satu target saya sebelum lulus kuliah, walupun saya ga narget exchange, summer program pun oke, tapi sebelum ke Jepang beberapa kali daftar ga ketrima dan kadang ada kesempatan tapi ga sreg karena mepet UAS dan sebagainya.
Sejujurnya, saya juga ngerasa penasaran karena waktu itu pacar saya lagi di Korea, dan yaaa selakyaknya orang pacaran, saling berkabar kirim-kirim foto gimana disana. I was sooo curious, how it feels like, for me, to experience living abroad, meeting different people, that finally i applied for another exchange program. Walaupun pengalaman kita berdua bisa dibilang bener-bener berbeda, dengan kampusnya yang di pusat kota Seoul, kampusnya beberapa personal SNSD dan Seung Ri Big Bang dan beberapa artis lainnya yang sungguh gemerlap, Ha ha ha, dan kampus saya bisa dibilang sekalipun di kota, adalah kota kecil di Jepang yang damai, dan tidak ramai. But still both are life changing experience for us.
Anyway, jadi inilah persyaratan yang dulu dibutuhkan
2. Required Documents•Application for Kumamoto University Short-Term Exchange Program (For Undergraduate) ※Fill out EXCEL file•Application for Certificate of Eligibility•Application for the International House•Certificate of Enrollment (issued by home university)•Academic Record (official home university transcript)•Letter of recommendation
•Health certificate•Four photographs (40mm×30mm)•A copy of the first page of applicant’s passport [Non-native English speaking applicants for E Course (program in English) only]•A copy of TOEFL score record•(If applicants do not have TOEFL score record, a Certificate of English Ability equivalent to TOEFL iBT score of 61 or over, issued by the home university is acceptable.)
Buat undergraduate exchange formnya itu ada dua essay yang kudu ditulis, yang satu ngomongin tentang bidang studi yang saya pelajari yaitu arsitektur, yang satunya ngomongin study plan. Jujur, lagi-lagi saya kebantu juga sama essaynya pacar saya pas ke Korea. Well, I have to admit his essay was so good that he became the only man who got the scholarship from the Korean Government in his university, yang lainnya cewek. So reading his essay, helped me to set how good it should be. Dan setelah baca essaynya saya sadar, oalah, pantesan saya ga pernah ketrima kalau daftar-daftar program-program keluar negeri gratisan tapi yang 10 hari gitu-gitu. Hahaha. Kurang niat! Akhirnya saya ga tidur semalam buat nyelesain dua essay itu, padahal sebelumnya udah dicicil-cicil. Biar mantap. Pokoknya kudu joss! *apasih Em.
Pengalaman uniknya, dosen saya sempat menolak ketika saya minta surat rekomendasi. Kenapa? Karena beliau merasa beliau bukan siapa-siapa, beliau belom doktor dan professor. Beliau bilang coba kamu minta ke Prof ini deh pasti dikasih, soalnya sekalipun beliau ga kenal kamu, beliau pasti ngasih atas nama institusi. Tapi entahlah aku rasa aneh kalau harus kayak gitu, dan Saya highly respect dengan Bapak Dosen yang saya minta rekomendasi, akhirnya tetep sama beliau.
Nah yang paling luar biasa perjuangannya, adalah… IELTS. hahaha. kenapa IELTS? jadi kebetulan di kampus saya ada liaison officenya Kumamoto Univ, dan saya tanya-tanya sama Mbak petugasnya soal gimana sebaiknya sertifikat bahasa Inggris yang dikumpulkan, apa TOEFL ITP apalah itu diterima. Intinya sih TOEFL keluaran institusi kampus diterima, cuma beliau ga sengaja cerita bahwa orang Jepang pernah bilang, kenapa sih orang Indonesia kalau daftar ga pernah pake sertifikat bahasa Inggris internasional yang resmi semacam TOEFL IBT atau IELTS. Gara-gara, beliau bilang seperti itu, akhirnya Saya merasa wah ada peluang lebih buat saya. Saya merasa bahasa Inggris saya ga jelek-jelek amat lah ya, bisa dicoba lah tes IELTS biar lebih ada poin plus, bahwa saya benar benar mampu berbahasa Inggris dengan baik dengan tes standar internasional.
Setelah browsing-browsing dan menimbang-menimbang, kalaupun saya ga ketrima ke Jepang masa berlaku sertifikat IELTSnya masih bisa dibuat daftar ke kampus di luar negeri setelah lulus, akhirnya saya mengajukan diri ke orangtua buat minta duit. Iya gaada duit sebanyak itu buat tes IELTS. Dan hanya dengan waktu satu bulan saya belajar otodidak, diselingi dengan mengerjakan kegiatan yang lain.
Akhirnya tes IELTS satu minggu sebelum pengumpulan tugas perancangan yang ga ketulungan itu… wes bismillah lah yo. Itu tes Bahasa Inggris paling sulit yang pernah saya ikuti, setelah 3 jam, writing, listening, dan reading non stop, rasanya otak panas. Fyuuuh. Btw, tesnya ketat banget parah, kalah jauh UNAS. Bohong banget standarnya UN itumah kalau udah pernah ngerasain tes IELTS. Dan saya rasa waktu itu saya mengerjakan dengan baik, dan hasilnya alhamdulillah baik dan layak untuk dikumpulkan.
Rasanya perjuangan saya di hari-hari melelahkan selama SMP-SMA, untuk tetap pergi les Bahasa Inggris, no matter what. Saya rasa pondasi Bahasa Inggris saya yang kuat pas les di Kelt (saya sebutkan nih institusinya) selama 5 tahun setengah nonstop yang ngebuat saya bisa cuma belajar satu bulan, itupun ga setiap hari.
Dan yang terakhir, begitu saya tahu bahwa surat rekomendasinya bisa ada dua. Saya minta satu lagi ke ketua organisasi dimana selama setahun sebelum saya ke Jepang, saya menghabiskan waktu jatah berorganisasi kampus. Jadilah surat rekomen saya dua.
Dan dokumen-dokumen tersebut dikirim ke Jepang untuk diseleksi pihak sana. Dan akhirnya keluar nama saya bersama tiga nama lainnya untuk mewakili kampus tercinta.
And… the rest is history. Saya tinggal 5 bulan di Kumamoto, Jepang. LDRan lagi. Pacar saya pulang exchange dari Korea, ketemu 2 bulan apa ya, itupun kejar-kejaran antara Surabaya Jakarta, terus saya berangkat lagi ke Jepang. Untuk pertama kalinya ngerasain Autumn dan winter. Jalan-jalan ke Awaji Yumebutai (Bagus bangeeet!), melewati suspension bridge dengan span terpanjang sedunia (Akashi Kaikyo Bridge), naik ke tower paling tinggi sedunia, Tokyo Sky Tree, dan yang paling mengharukan mengunjungi tempat yang dulu cuma bisa saya jadikan wallpaper desktop saya.
Awaji Yumebutai early December 2016. The best place I visited!
My wallpaper
Sayamaike Museum when I visited.
I didn't rain for long time i guess, and it was kind of dirty. but still nice.
View of Tokyo at night, from Tokyo SkyTree
Main angklung bersama geng PPIJK (Persatuan Pelajar Indonesia Jepang Kumamoto)
Surprise ulang tahun saya bersama roomate, Mia dan teman-teman yang tidak difoto
Tentunya semua itu bukan tanpa pengorbanan. Saya cuti kuliah selama satu semester, dan ketika saya daftar pun saya tahu mungkin saya harus cuti. Karena ga bisa transfer credit. Tapi saya dari awal sudah mantap, walaupun waktu saya berangkat ke Jepang, dosen wali saya marah besar, karena beliau pingin saya lulus tepat waktu dan sebagainya, tapi saya sudah mantap. Yasudahlah. Saya rasa memang sepadan, tidak ada salahnya lulus telat asalkan diisi degan hal-hal positif.
Lucu rasanya kalau dipikir-pikir bagaimana saya dulu, kecewa ketika saya diterima masuk di kampus saya sekarang. Tapi saya waktu itu paham, pasti ada alasannya kenapa saya diterima disini, ditempatkan disini, waktu itu keyakinan saya membuat saya jauh lebih baik dalam menerima kenyataan. saya cari terus jawabannya, dan jawabannya mulai keluar satu persatu seiring dengan berjalannya tahun. And I feel this one is one of the greatest answers why i am here.
*PS jangan terpengaruh cerita saya diatas terus takut ga daftar program exchange krn ga punya IELTS. Saya sendiri tahu beberapa teman saya yang cuma pake TOEFL kampus tapi bisa lolos erasmus, semuanya ada di kelebihan diri dan usaha masing-masing. Good luck.